Kamis, 25 Agustus 2011

PENENTUAN 1 SYAWAL 1432H (IDUL FITRI 1432H/2011M

Penentuan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1432 Hijriyah / 2011 Masehi terbilang pelik. Pasalnya, ketinggian hilal di seluruh Indonesia pada 29 Agustus 2011 antara 0° 58’ hingga 2° 20’. Dengan pendekatan hisab, 1 Syawal 1432 H bertepatan dengan 30 Agustus 2011. Tetapi dengan pendekatan rukyat, hilal dengan ketinggian segitu akan sangat sulit dilihat, sehingga kemungkinan besar dilakukan istikmal dan 1 Syawal 1432 H akan jatuh pada 31 Agustus 2011. Dengan demikian terdapat perbedaan dalam mengakhiri Ramadhan tahun ini atau dengan kata kemungkinan besar hari raya Idul Fitri akan dirayakan oleh ummat Islam ada yang tanggal 30 Agustus 2011 dan ada yang tanggal 31 Agustus 2011. Berikut akan disajikan beberapa artikel dan atau ulasan tentang penentuan 1 Syawal 1432H.

1. Dirjen Badilag Mahkamah Agung RI, yang dirilis dalam website www.badilag.net.

Penentuan 1 Syawal 1432 H Pelik, Hakim PA Harus Independen

Dirjen Badilag sedang menjelaskan posisi ufuk, matahari dan hilal kepada para jamaah masjid Al-Ikhlas, Gedung Sekretariat MA.

Penentuan Hari Raya Idul Fitri tahun ini terbilang pelik. Pasalnya, ketinggian hilal di seluruh Indonesia pada 29 Agustus 2011 antara 0° 58’ hingga 2° 20’. Dengan pendekatan hisab, 1 Syawal 1432 H bertepatan dengan 30 Agustus 2011. Tetapi dengan pendekatan rukyat, hilal dengan ketinggian segitu akan sangat sulit dilihat, sehingga kemungkinan besar dilakukan istikmal dan 1 Syawal 1432 H akan jatuh pada 31 Agustus 2011.

Demikian disampaikan Dirjen Badilag Wahyu Widiana ketika menyampaikan materi tentang Penentuan Awal Bulan Hijriyah usai shalat dhuhur berjamaah di Masjid Al-Ikhlas, Gedung Sekretariat Mahkamah Agung, Rabu (24/8/2011).
“Ini memang persoalan khilafiah. Kita ikuti saja pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama,” ungkap Dirjen.
Sebagaimana diketahui, beberapa ormas Islam sudah mengeluarkan keputusannya mengenai penentuan Idul Fitri tahun ini. Sementara itu, Kementerian Agama baru akan menentukan sikapnya pada 29 Agustus nanti melalui sidang itsbat penentuan 1 Syawal 1432 H.
“Sidang tersebut diikuti perwakilan berbagai ormas, kementerian, lembaga, akademisi dan lain-lain,” Dirjen menjelaskan.
Di samping menggelar sidang itsbat di Jakarta, Kementerian Agama juga menyelenggarakan rukyatul hilal di sejumlah tempat yang tersebar di seluruh Indonesia.
Dirjen Badilag menegaskan, dengan ketinggian kurang dari 2 derajat, hilal akan sangat sulit dilihat. “Pengalaman selama ini, hilal dengan ketinggian tersebut hampir pasti tidak terlihat,” ujar mantan Kasubdit Hisab Rukyat sewaktu di Depag itu.
Himbauan penting
Sesuai UU No. 3 Tahun 2006, Peradilan Agama memiliki kewenangan memeriksa kesaksia rukyat hilal. Sebagaimana  ketentuan Pasal 52 UU tersebut, Ketua PA harus menunjuk majelis hakim atau hakim tunggal dan panitera/panitera pengganti untuk mengikuti pelaksanaan rukyat hilal.
Mempertimbangkan peliknya penentuan awal Syawal tahun ini, Dirjen Badilag menyampaikan beberapa himbauan kepada para hakim peradilan agama.
“Para hakim harus memiliki pengetahuan yang memadai mengenai ilmu falak atau astronomi. Para hakim juga harus berbekal data yang diakui secara internasional,” ujarnya.
Di samping itu, para hakim juga harus berada di tempat dilaksanakannya rukyatul hilal. “Pimpinan PTA atau PA harus menugaskan hakimnya mengikuti rukyatul hilal di lokasi terdekat yang dijadikan tempat rukyat,” kata Dirjen.
Hal lain yang tak kalah penting ialah menjaga independensi. “Para hakim peradilan agama harus independen dan tidak boleh menuruti begitu saja intervensi pihak-pihak tertentu,” Dirjen menegaskan.

2. 1 Syawal 1432H Versi PP Muhammadiyah, yang dirilis http://menkokesra.go.id

Muhammadiyah Berlebaran 30 Agustus 2011

Majelis Tarjih Muhammadiyah telah menetapkan 1 Ramadan jatuh pada Senin, 1 Agustus, dan Idul Fitri 1 Syawal 1432 H pada Selasa, 30 Agustus 2011. Muhammadiyah meminta umat Islam untuk saling menghormati jika ada perbedaan penetapan.
"Mengimbau warga Muhammadiyah dapat memahami, menghargai, dan menghormati adanya perbedaan tersebut serta menjunjung tinggi keutuhan, kemaslahatan, ukhuwah, dan toleransi sesuai dengan keyakinan masing-masing, disertai kearifan dan kedewasaan serta nilai ibadah itu sendiri," demikian Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin lewat rilis, di Jakarta, Senin (25/7).
Din mengimbau kepada segenap kaum Muslimin untuk menjadikan bulan Ramadan sebagai momentum untuk melakukan introspeksi atas segala kesalahan.
"Kepada komponen bangsa untuk membangun kehidupan yang penuh kesejukan dan kedamaian. Dalam menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi, hendaknya menempuh cara-cara yang ma'ruf dan menjauhi cara-cara kekerasan, teror, dan anarkis," jelasnya.
Untuk semua pihak, terutama industri hiburan, baik yang hadir melalui media cetak, elektronik, maupun pranata lainnya, agar lebih mengedepankan nilai-nilai moral dan kebaikan, serta tidak menjual komoditi pornografi.
"Ini sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan suci Ramadan dan sebagai pertanggungjawaban terhadap masa depan kehidupan di negara yang penduduknya dikenal relijius sebagaimana selama ini. Membangun hubungan antar sesama secara harmonis dan menjauhkan diri dari benih-benih konflik serta permusuhan," tambahnya.


3. 1 Syawal 1432 Versi PB Nahdlatul Ulama, yang dirilis: http://www.nu.or.id

Hilal Ramadhan
KONSEKUENSI ISTIKMAL RAJAB 1432H
“Laporan dari daerah-daerah menyatakan bahwa ru’yah jum’at petang 1 Juli 2011 tidak berhasil melihat hilal. Maka atas dasar istikmal, awal sya’ban 1432H jatuh pada ahad 3 Juli 2011. Trmksh atas partisipasi Nahdliyyin sekalian." (LFPBNU)

 
ISTIKMAL RAJAB DAN RUKYAT AWAL SYA’BAN 1432H
Informasi di atas merupakan sebuah pesan singkat dari KH. Ghozalie Masrurie selaku ketua Lajnah Falakiyyah PBNU (LFPBNU) yang mengabarkan hasil pelaksanaan rukyat yang dilaksanakan oleh warga Nadhliyyin diberbagai pelosok Indonesia yang tidak dapat menyaksikan kemunculan hilal.  Sehingga, sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW, rajab digenapkan (istikmal)  menjadi 30 hari dan 1 Sya’ban bertepatan dengan hari Ahad, 3 Juli 2011. Pelaksanaan Rukyat Awal Sya’ban memiliki posisi penting karena bulan setelah Sya’ban adalah Bulan Suci Ramadhan dimana umat Islam diwajibkan untuk melaksanakan puasa selama satu bulan penuh.
Pada dasarnya, Istikmal pada akhir Rajab 1432H sudah dapat diperkirakan dengan pasti melalui perhitungan  (Hisab) posisi bulan pada tanggal 29 Rajab 1432H (bertepatan dengan tanggal  1 Juli 2011). Pada tanggal 1 Juli 2011 Ijtima’ diperkirakan terjadi pada jam 15:54 LT dan matahari tenggelam pada jam 14:54 LT. Hal ini berarti Ijtima’ terjadi setelah matahari tenggelam sehingga hilal dikatakan belum wujud sehingga dapat dipastikan hilal tidak dapat dirukyat.  Oleh karenanya, berdasar ketentuan NU maupun Muhammadiyah, bulan Rajab digenapkan menjadi 30 hari (istikmal).
Jika hilal belum wujud pada tanggal 1 Juli 2011, maka hilal Sya’ban 1432H baru akan bisa dilihat untuk pertama kalinya pada tanggal 2 Juli 2011. Dari data hisab posisi hilal diperoleh ketinggian hilal pada saat matahari tenggelam pada tanggal 2 Juli 2011 sebesar +12°:41':07". Dengan Ketinggian tersebut, Hilal sering dikatakan pasti dan mudah terlihat, JIKA tidak tertutup awan.  Karena jika tertutup awan, Bulan Purnama dan Mataharipun tidak akan dapat dilihat. Namun apakah hilal dengan posisi tersebut memang mudah terlihat?
Dengan kondisi cuaca berawan, Tim rukyat PBNU dan PWNU DKI Jakarta telah melakukan pengujian data hisab dan perangkat rukyat yang ada di NUMO (Nahdlotul Ulama’ Mobile Observatory) .  Hal ini ditujukan untuk lebih memantapkan jatuhnya awal Sya’ban  1432H meskipun hasil yang diperoleh tidak mempunyai implikasi hukum pada penetapan awal bulan Sya’ban.  Dari pelaksanaan rukyat tersebut diperoleh kesaksian  4 perukyat dapat mengenali keberadaan hilal melalui teleskop tersebut. Meskipun menggunakan sistem teleskop yang memiliki kemampuan robotic yang dapat mengarah dan mengikuti gerak bulan secara otomastis tersebut hilal dapat dikenali untuk pertama kalinya pada jam 18:02 WIB pada ketinggian sekitar  8 derajat. Hal ini berarti hilal baru dapat dilihat sekitar 12 menit setelah matahari tenggelam atau turun sekitar 4 derajat dari ketinggian semula.  Dan tidak satupun dari perukyat yang hadir dapat mengenali hilal tersebut secara langsung dengan mata telanjang.  Sehingga hilal dengan ketinggian diatas 10 derajat meskipun dapat dipastikan dapat dilihat ternyata hilal tidak mudah untuk dirukyat. Sayang seklai karena kendala masalah teknis di lapangan penampakan hilal tersebut tidak dapat didokumentasikan melalui kamera yang ada.

KONSEKUENSI AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1432H
Baik dari hasil istikmal ataupun hasil rukyat yang telah dilaksanakan dapat dipastikan dengan haqul yakin, 1 Sya’ban 1432H bertepatan dengan tanggal 3 Juli 2011. Hal ini akan menjadikan tanggal 31 Juli 2011 bertepatan dengan tanggal 29 Sya’ban 1432H. Sehingga kewajiban melaksanakan rukyat Syar’i juga dilaksanakan pada tanggal 31 Juli 2011 tersebut.
Tabel 1 menunjukkan data hisab posisi bulan pada tanggal 31 Juli 2011 yang dihitung untuk markaz Jakarta.  Dari table tersebut dapat dilihat bahwa posisi hilal pada tanggal 31 Juli 2011 memenuhi  kriteria penanggalan yang digunakan oleh MABIMS. Sehingga berdasar kriteria tersebut hilal pada posisi MEMUNGKINKAN untuk dapat dilihat . Terlebih jika posisi hilal tersebut dibandingkan dengan posisi ‘rekor hilal’ yang dapat terekam oleh penulis ketika melakukan pengamatan hilal bersama TIM SIHIRU DPEKOMINFO-ITB  maka posisi hilal pada tanggal 31 Juli 2011 mempunyai peluang untuk dapat diamati, tentunya jika hilal tidak tertutup awan. Meskipun demikian, dari pengalaman merukyat hilal pada tanggal 2 Juli 2011 tentunya hilal penentu awal ramadhan 1432H akan lebih sulit untuk dikenali dengan teleskop terlebih jika menggunakan mata telanjang.
Dengan kondisi cuaca yang tidak dapat dipastikan tersebut masih memberikan kemungkinan hilal akan tertutup oleh awan. JIkalau hal ini yang terjadi, apakah  ketetapan Istikmal yang akan diikbarkan? Berdasar kriteria MABIMS, kemungkinan besar Pemerintah melalui kemenag  akan menetapkan awal Ramadhan jatuh pada tanggal 1 Agustus 2011. Tentunya kita berharap, hilal dapat dirukyat pada akhir rajab 1432H sehinga pelaksanaan puasa Ramadhan 1432H dapat dilaksanakan secara serentak di Indonesia.
 Hal yang lebih rentan akan perbedaan justru  dimungkinkan terjadi  pada pelaksanaan rukyat hilal akhir Ramadhan 1432H. Berdasar data hisab yang terdapat pada tabel1 dapat dilihat posisi hilal untuk markaz Jakarta tidak semuanya memenuhi kriteria MABIMS. Bahkan dalam penanggalan NU, ketinggian hilal masih di bawah 2 derajat. Hal ini dapat berimplikasi kesaksian yang ada akan ditolak oleh Lajnah Falakiyyah PBNU sebagaimana kasus Bangkalan dikarenakan awal bulan MABIMS merupakan kriteria minimal untuk dapat menerima kesaksian hilal. Jika hal ini yang terjadi maka dimungkinkan bulan Ramadhan 1432H akan diistikmalkan menjadi 30 hari dan Iedul Fitri 1432H akan bertepatan dengan tanggal  31 Agustus 2011.
Pada dasarnya ketinggian 2 derajat masih merupakan posisi yang sangat sulit (kalau boleh dibilang mustahil) untuk dapat dirukyat. Terlebih mengingat pengalaman hilal awal sya’ban 1432 yang baru dapat dikenali 10 menit setelah matahari tenggelam dengan menggunakan alat bantu Teleskop.  JIka dilakukan asumsi yang sama, dimana hilal baru dapat dikenaliu 10 menit setelah matahari tenggelam maka Hilal awal syawal akan tenggelam terlebih dahulu sebelum menampakkan wujudnya pada mata para perukyat. Terlebih jika rukyat tersebut dilaksanakan di Jakarta yang kondisi usuknya sering kali tidak dapat dilihat karena pengaruh polusi smog.
Pada dasarnya kemungkinan terjadinya perbedaan dalam mengawali bulan-bulan hijriyyah senantiasa terbuka lebar jika ketinggian hilal positif, berapapun ketinggiannya karena kriteria yang digunakan saat ini dapat dikategorikan sebagai kriteria minimal untuk menerima sebuah kesaksian hilal. Hal ini merupakan sebuah kemajuan yang luar biasa dalam Lajnah Falakiyyah PBNU yang oleh ketua Lajnah Falakiyyah PBNU,  KH. Ghozalie Masrurie, disebut telah berlari cepat. Pada mulanya NU hanya menggunakan rukyat, kemudian juga menggunakan hisab untuk memandu rukyat, dan mulai menggunakan kriteria imkan rukyat sebagai nilai minimal diterimanya kesaksian rukyat.  LFPBNU juga meningkatkan kemampuan rukyatnya melalui berbagai pelatihan dan perlengkapan rukyat yang baik hal ini bisa dilihat dengan adanya NUMO (Nahdlotul Ulama Mobile Ulama’).
 Beragam langkah kemajuan tersebut menunjukkan LFPBNU dinamis untuk mencari yang paling baik sebagaimana kaidah yang dipegang “al-Mukhafadhotul ‘alal Qodimis Sholih wal Akhdu bil jaded al-Aslah”.
Semoga Allah memanjangkan umur kita untuk menjumpai Bulan penuh berkah, Bulan Suci Ramadhan 1432H.

Tabel1. Data posisi Hilal pada tangal 2 Juli 2011, 31 Juli 2011 dan 29 Agustus 2011 yang diperkirakan bertepatan dengan tanggal 30 Rajab 1432H, 29 Sya’ban 1432H dan 29 Ramadhan 1432H.

Posisi Hilal Rekor Hilal 2 Juli 2011 31 Juli 2011 29 Agustus 2011 Kriteria MABIMS
Irtifa’ +06°:11':41" +11°:44':19" +06°:18':37" +01°:05':37" +02°
Usia Bulan +15H 37M +24H 05M +16H 50M +08H 44M +08H
Elongasi +08°:36':29" +12°:52':44" +09°:06':36" +06°:18':47" +03°
Iluminasi 00.57 % 01.26 % 00.63 % 00.30 % -

Oleh : Hendro Setyanto

4. Kesimpulan.
Baik yang menggunakan Hisab maupun Rukyah semua berdasarkan pada dalil yang kuat. Dan untuk masalah Falakiyah sendiri sudah banyak dibahas baik di Al-Qur’an maupun Hadist dari Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wassalam.
Ada yang sedikit perlu digaris bawah disini bahwa penentuan awal bulan secara Hisab pun harus sejalan dengan apa yang telah disabdakan Rasulullah yaitu berdasarkan Hilal.
Adapun Muhammadiyah menggunakan Wujudul Hilal yaitu posisi hilal bila sudah berada diatas titik ufuk meski secara harfiah (mata telanjang) sangat sulit dilihat – karena rentan waktu bulan berada diatas ufuk yang sangat mepet- namun berdasarkan Wujudul Hilal maka bulan sudah dianggap terlihat.
Sedangkan NU menggunakan Imkanul Rukyah dimana Rukyatul Hilal didasarkan pada derajat ketinggian hilal ketika matahari terbenam dan usia bulan harus sesuai dengan kaidah yang ditentukan ketika Ijtimak terjadi. Setelah itu hasil daripada Rukyatul Hilal dilaporkan kepada Pemerintah dan Pengurus Besar sebagai pertimbangan penentuan awal bulan hijriyah (biasanya dilakukan dengan sidang Isbat).
Kesimpulannya, baik Hisab maupun Rukyah adalah dua cara yang digunaka untuk  mengetahui kemunculan hilal (awal bulan) sebagaimana yang Rasulullah sabdakan.  Namun ada sebuah sikap dimana kita harus menghargai perbedaan selama itu tidak bertentangan dengan Syariat yang ditetapkan. Dan silahkan berhari raya sesuai dengan keyakinan masing-masing, meskipun kedepan kita sangat mengharpkan adanya kesatuan dalam berhari raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Coment Anda Disini